MAKALAH MENDALAMI KISAH “SITI FATIMAH AZ – ZAHRA DAN UWAIS AL QARNI”
MAKALAH
MENDALAMI KISAH “SITI FATIMAH AZ – ZAHRA DAN UWAIS AL QARNI”
Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. DEFRIADI
2. LAILA
3. RINA
FEBRIANI
4. RIZKY
STIAWAN
5. YOGA
FERNANDA
KELAS
XI IPS 1
MADRASAH
ALIYAH BAITULMAL PANCASILA
TAHUN
PELAJARAN 2017 / 2018
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji
syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
yang berjudul Mendalami Kisah
“Siti Fatimah Az – Zahra dan Uwais Al Qarni” dengan
lancar.
Dalam pembuatan makalah
ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Guru Bidang Studi
dan tak lupa kedua orang tua serta
teman-teman yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya, sehingga
pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Nanga Pinoh,
Agustus 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar..................................................................................................... i
Daftar
Isi.............................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Lahirnya
Siti Fatimah Az – Zahra .............................................................. 2
B. Keutamaan
Akhlak Siti Fatimah Az – Zahra ............................................. 4
C. Pernikahan
dan Keluarganya ................................................................... 9
D. Gelar
yang dimiliki Siti Fatimah ................................................................. 10
E. Keutamaan
dan Keistimewaannya ........................................................... 11
F. Kematian
Siti Fatimah Az – Zahra ............................................................ 12
G. Uwais
Al Qarni ........................................................................................ 13
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
.............................................................................................. 19
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada zaman dahulu tepatnya pada zaman jahiliyah banyak perempuan dipandang
rendah, layaknya seperti hewan. Pada saat itu perempuan tak ubahnya seperti
harta benda atau bagian dari kekayaan laki-laki. Bangsa Arab jahiliyah pada
saat itu menganggap perempuan sebagai aib oleh karena itu mereka menguburkan
setiap anak perempuan baik yang baru lahir maupun anak-anak perempuan yang
sedang dalam masa pertumbuuhan. Tak hanya itu para perempuan remaja maupun
perempuan dewasa dijadikan sebagai budak diperjual belikan demi kepentingan
materi dan syahwat laki-laki.
Keadaan tersebut membuat Rasulullah Muhammad SAW
bertindak, sehingga status dan derajat kaum perempuan sama halnya seperti
laki-laki. Sampai pada akhirnya muncullah sosok perempuan yang tangguh, seperti
Siti Khadijah, Siti Aisyah dan yang lainya.
Dalam makalah ini penulis akan menampilkan sosok
perempuan yang menjadi salah satu tokoh perempuan yang sangat berpengaruh bagi
Islam yakni Fatimah Az-Zahra dan Uwais Al – Qarni.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah lahirnya Siti Fatimah Az-Zahra ?
2.
Bagaimana
perjalanan hidup Fatimah Az-Zahra !
3.
bagaimana
Akhlak Siti Fatimah Az-Zahra !
4.
Bagaimana
kisah hidup Uwais Al-Qarni ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Lahirnya Siti Fatimah AZ-Zahra
Lahirnya
Siti Fatimah Az Zahra r.a merupakan rahmat yang telah dilimpahkan Ilahi kepada
Nabi Muhammad SAW. Ia telah menjadi wadah suatu keturunan yang suci. Ia laksana
benih yang akan menumbuhkan pohon besar penyambung keturunan Rasulullah SAW. Ia
satu-satunya yang menjadi sumber keturunan paling mulia yang dikenali umat
Islam di seluruh dunia. Siti Fatimah Az Zahra r.a (Fatimah yang selalu berseri)
dilahirkan di Makkah, pada hari Jum’at, 20 Jumadil Akhir, lebih kurang lima
tahun sebelum Rasulullah SAW di angkat menjadi Rasul.
Nama
Fatimah berasal dari kata Fathmana yang artinya sama dengan Qath’an atau
man’an, yang berarti memotong, memutuskan, mencegah. Ia dinamakan Fatimah
karena Allah SWT mencegah dirinya dari api neraka. Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda, “ sesungguhnya Fatimah
adalah orang yang suci farajnya, maka Allah haramkan atas dia dan keturunannya
akan api neraka.
Siti
Fatimah Az Zahra r.a membesar di bawah
naungan wahyu Ilahi, di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan
jahiliyah, di kala sedang hebatnya perjuangan para perintis iman melawan
penyembah berhala. Dia menyaksikan keteguhan dan ketegasan orang-orang mukmin
dalam perjuangan gagah berani menghadapi komplot-komplot Quraisy. Suasana
perjuangan itu membekas sedalam-dalamnya pada jiwa Siti Fatimah Az Zahra r.a
dan memainkan peranan penting dalam pembentukan peribadinya, serta
mempersiapkan kekuatan rohaniah bagi menghadapi kesukaran-kesukaran di masa
depan.
Kehadiran
Fatimah laksana bunga yang mekar dengan begitu indahnya. Semerbak harumnya
membuat jiwa-jiwa yang lunglai menjadi tercerahkan kembali. Kelahirannya
mengakhiri seluruh pandangan dan keyakinan yang batil tentang perempuan. Saat
Fatimah terlahir, Rasulullah pun menengadahkan kedua tangannya kelangit dan
melantunkan do’a syukur yang begitu indah. Dengan penuh suka cita, ia peluk si
kecil Fatimah. Ia cium keningnya dan menatap wajahnya yang memancarkan cahaya
kedamaian. Siti Fatimah Az-Zahra mendapat julukan Ummu Aimmah, Sayyidatu
Nisyail Alamin, Ummu Abiha, Al-Batul,
At-Thahirah.
Rasulullah
SAW sangat mencintai puterinya ini. Siti Fatimah Az Zahra r.a adalah puteri
bungsu yang paling disayang dan dikasihani junjungan kita Rasulullah SAW. Nabi
Muhammad SAW merasa tidak ada seorang pun di dunia, yang paling berkenan di
hati baginda dan yang paling dekat di sisinya selain puteri bungsunya itu.
Sorotan mata Fatimah, membuat kalbu Rasulullah menjadi
amat bahagia lahirnya perempuan suci itu, Allah swt sepertinya membukakan
khazanah harta karun alam semesta kepada sang Nabi saw. Sungguh benar apa yang
dikatakan Al-Quran, bahwa Fatimah adalah Al-Kautsar. Allah swt berfirman : “
Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu Al-Kaustar, nikmat yang banyak,
maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang berputus.”
Surat pendek ini merupakan pesan illahi yang membuat hati
Rasulullah menjadi begitu gembira dan ia benar-benar meyakini janji ilahi.
Fatimah terlahir ke dunia untuk menjadi pimpinan kaum perempuan dan dari
keturunanya akan lahir para manusia-manusia agung penegak agama illahi dan keadilan.
Salam atasmu Fatimah Az-Zahra as, perempuan yang paling utama. Salam atasmu Fatimah
Az-Zahra as, perempuan yang paling utama salam atasmu wahai manusia yang
paling dicintai Nabi, salam atasmu wahai Fatimah, manusia sempurna. Rasulullah
saw bersabda, “Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di
seluruh zaman dan generasi. Ia adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman
dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Yang mulia, Fatimah adalah
pemimpin perempuan dunia. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali ia
beribadah di mihrab dihadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat.
Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi”. Fatimah Az-Zahra
Rasulullah
mengucapkan rasa cintanya kepada putrinya tatkala diatas mimbar:”Sungguh
Fatimah bagian dariku, Siapa yang membuatnya marah”. Dan dalam riwayat lain
disebutkan,” Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan
aku merasa sakit jika ia disakiti.”
B.
Keutamaan Akhlak Siti Fatimah Az-Zahra
1.
Keberanian Siti Fatimah Az-Zahra
Sejak masa
kanak-kanak, dalam usia dini, Fatimah r.a telah memahami serangan yang
dilancarkan kaum Quraisy kepada ayahnya. Jika ayahnya bepergian, Fatimah
mengikuti dan menyertainya. Akhirnya, terjadilah suatu peristiwa yang takkan
terlupakan. Suatu kali, ketika ayahnya sedang sujud di Masjidil Haram,
sedangkan disekelilingnya adalah kaum musyrikin Quraisy datang membawa bangkai
kambing. Dia melemparkan nya ke punggung Nabi saw, Rasullullah tidak dapat
mengangkat kepalanya hingga Fatimah datang dan menyingkirkan semua bangkai itu
tanpa ada rasa jijik sedikitpun dari punggung Rasullullah dan dengan lantangnya
ia menyebutkan orang yang telah melakukan perbuatan keji kepada Ayahnya.
Pasca wafatnya Rasulullah saw, umat Islam berada dalam
situasi Islam berada dalam situasi perselisihan yang amat kusial dan terancam
pecah serta terjerumus dalam kesehatan. Namun dengan pemikiran yang jernih,
Sayyidah Fatimah membaca kondisi umat Islam saat itu dengan penuh bijaksana,
namun ia pun tak segan-segan untuk mengungkapkan titik lemah dan kelebihan umat
Islam di masa itu. Dia sangat menghawatirkan masa depan umat dan memperingatkan
masyarakat agar wasapada terhadap faktor-faktor yang bisa menyesatkan umat. Dalam khotbah
bersejarahnya, pasca kepergian Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah as menegaskan
bahwa jalan yang bisa
menyelamatkan manusia adalah berpegang diri pada agama illahi dan menaati perintah-perintahnya.
2.
Pandai Menjaga Rahasia dan Dapat
Dipercaya
Ketika panas badan Rasulullah saw sangat tinggi, Fatimah
menjenguknya, Rasulullah tidak bangun dan tidak lagi menciumnya. Beliau hanya memandangi saja dan
tidak berkata apa-apa. Disebabkan itu, Fatimahlah yang mencium beliau. Dalam
keadaan demikian payah, beliau masih sempat berkata kepada Fatimah supaya duduk
disamping beliau. Rasulullah saw berkata kepada Fatimah dengan
berbisik-berbisik dikuping sebelah kanannya, bahwa “ wahai Fatimah, sudah
sampai masanya untuk baginda mengadap Tuhan” Fatimah pun menangis dan sangat
sedih. Setelah Rasulullah saw melihat Fatimah menangis, beliau berkata lagi
kepadanya dengan berbisik-bisik dikuping sebelah kirinya, bahwa ia adalah orang
yang pertama yang akan menyusuli baginda, sehingga Fatimah tersenyum. Melihat
Rasulullah saw berbisik-bisik dengan putri beliau, Aisyah yang senantiasa
mendampingi beliau merasa curiga karena ia tidak tahu apa yang beliau bisikan
kepada putri beliau itu.
Disebabkan
hal itu, bertanyalah Aisyah kepada Fatimah,” Hai Fatimah, apakah yang telah
dibisikkan Rasulullah saw kepadamu?” Fatimah menjawab, ”Aku tidak akan membuka
suatu rahasia yang beliau perintahkan kepadaku, dan menyuruhku untuk
menyimpannya baik-baik.”
3.
Memiliki Jiwa Tanggung Jawab yang
Tinggi
Selepas
kepergian sang ibunda, membuat tanggung jawab Sayyidah Fatimah untuk merawat
ayahandanya, Rasulullah saw kian bertambah. Di masa-masa yang penuh dengan
cobaan dan tantangan itu, Sayyidah Fatimah menyaksikan secara langsung
pengorbanan dan perjuangan yang di lakukan ayahandanya demi tegaknya agama
illahi.
Begitu
juga dengan masa-masa awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di
Madina. Dimasa itu, Sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan
dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa
yang kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh
urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin.
Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi
pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya,
Imam Ali as dalam menegakan ajaran Islam.
Beliau
adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia
senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat
menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta
menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram
bahagia di dalamnya. Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau
mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan,
dan akhlak yang luhur dan mulia.
4.
Kelembutan Hatinya
Pada suatu
ketika lain, Siti Fatimah r.a menyaksikan ayahandanya pulang dengan tubuh penuh
dengan kotoran kulit janin unta yang baru dilahirkan. Yang melemparkan kotoran
atau najis ke punggung Rasulullah SAW itu adalah Uqbah bin Mu’aith, Ubay bin
Khalaf dan Umayyah bin Khalaf. Melihat ayahandanya berlumuran najis, Siti
Fatimah r.a segera membersihkannya dengan air sambil menangis.
Pada suatu
hari Siti Fatimah Az Zahra r.a menyaksikan ayahnya pulang dengan kepala dan
tubuh penuh pasir, yang baru saja dilemparkan oleh orang-orang Quraisy, di saat
ayahandanya sedang sujud. Dengan hati remuk-redam laksana disayat sembilu, Siti
Fatimah r.a segera membersihkan kepala dan tubuh ayahandanya. Kemudian diambilnya
air untuk mencucinya. Dia menangis tersedu-sedu menyaksikan kekejaman
orang-orang Quraisy terhadap ayahnya. Membuat anaknya bersedih luar biasa.
Nabi
Muhammad rupa-rupanya menganggap perbuatan ketiga kafir Quraisy itu sudah
keterlaluan. Kerana itulah maka pada waktu itu baginda memanjatkan doa ke
hadrat Allah SWT: “Ya Allah, celakakanlah orang-orang Quraisy itu. Ya Allah,
binasakanlah Uqbah bin Mu’aith, ya Allah binasakanlah Ubay bin Khalaf dan
Umayyah bin Khalaf.”
Masih
banyak lagi pelajaran yang diperolehi Siti Fatimah dari penderitaan ayahandanya
dalam perjuangan menegakkan kebenaran Allah. Semuanya itu menjadi bekal hidup
baginya untuk menghadapi masa mendatang yang berat dan penuh ujian. Kehidupan
yang serba berat dan keras di kemudian hari memang memerlukan kekuatan jiwa dan
mental.
5.
Kerendahan Hatinya
Jiwa dan kepribadian Fatimah mengenal konsepsi kehidupan yang paling luhur di rumah
wahyu, di sisi pribadi agung Rasulullah sa. Setiap kali Rasulullah memperoleh wahyu,
dengan penuh seksama Sayyidah Fatimah mendengarkan ajaran hikmah yang
disampaikan oleh sang Ayah kepadanya. Sebegitu mendalamnya cinta kepada Allah
swt. Ketika Rasulullah saw berkata kepadanya, “Wahai Fatimah, apapun yang kamu
pinta saat ini, katakanlah. Sebab Malaikat pembawa wahyu disisiku.” Namun Fatimah menjawab,
”Kelezatan yang aku peroleh dari berhikmat
kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu
bisa memandang keindahan Allah swt.” Dunia tidak ada apa-apanya.
Fatimah
puteri Rasulullah adalah seorang wanita mulia yang menempuh berbagai ujian yang
memerlukan pengorbanan yang cukup besar dalam hidupnya. Walaupun beliau adalah
puteri Rasulullah, namun hidupnya bukannya disaluti kemewahan dan kesenangan,
tetapi kemiskinan dan kesusahan. Apabila berkahwin dengan Saidina Ali,
kehidupannya tetap susah. Walaupun Rasulullah pemilik kepada seluruh kekayaan
di muka bumi tapi baginda tidak pernah mendidik anaknya dengan kemewahan.
6.
Kedermawanannya
Sewaktu
menjadi isteri Sayyidina Ali, Siti Fatimah menguruskan sendiri keperluan rumah
tangganya. Sayyidina Ali sering tiada kerana keluar berjuang bersama Rasulullah
SAW. Setiap hari, Siti Fatimah mengangkut air dari sebuah perigi yang jauhnya
dua batu dari rumahnya. Beliau mengisar tepung untuk keperluan makanan keluarganya.
Dalam serba susah dan miskin, beliau tetap ingin bersedekah walaupun hanya
dengan sebelah biji kurma. Siti Fatimah tidak pernah mengeluh atau menyalahkan
suaminya terhadap kesusahan yang terpaksa dihadapinya.
Beliau
adalah ahli infak yang senantiasa bersedekah
dan sanggup berkorban apa saja. Contohnya, pernah suatu ketika, ada seorang
yang datang berada didepan rumahnya. Karena tidak memiliki apa-apa, tanpa pikir
panjang sayyidina Fatimah memberikan pakaian pengantinnya kepada orang itu.
Beliau tidak pernah menolak untuk membantu dari segi harta kepada orang-orang
yang memerlukan dan telah menjadi kebiasaan untuk hidup sederhana dan jauh dari
kesenangan dan kekayaan, serta menjalani hidup dengan keindahan akhlak, kasih
sayang dan kerjasama.
7.
Kesabaran yang Tinggi
Ketika
masih kanak-kanak, Siti Fatimah Az Zahra r.a sudah mengalami penderitaan,
merasakan kehausan dan kelaparan. Dia berkenalan dengan pahit getirnya
perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Lebih dari tiga tahun, dia
bersama ayah bundanya hidup menderita dibuang daerah akibat pemboikotan
orang-orang kafir Quraisy terhadap keluarga Bani Hasyim.
Setelah
bebas penderitaan setelah 3 tahun diboikot, datang pula ujian berat atas diri
Siti Fatimah Az Zahra r.a, apabila wafatnya ibunda tercinta, Siti Khadijah r.a.
Perasaan sedih selalu saja menyelubungi hidup sehari-harinya dengan putusnya
sumber kecintaan dan kasih sayang ibu.
Fatimah
tidak menyesali diri atau menceritakan kepada ayahnya tentang penderitaan yang
dialami di rumah suaminya. Fatimah
adalah seorang ibu yang utama dan istri yang taat lagi sabar. Dia mendidik
anaknya dengan sebaik-baiknya dan menumbuhkan mereka dengan sempurna. Siang
hari bekerja dan malam hari berjaga hingga dia mempersembahkan untuk umat
manusia pemuda terbaik ahli surga, yaitu Hasan dan Husain.
8.
Sosok yang sangat Pemalu
Saat itu,
Fatimah sedang menggiling gandum dalam keadaan letih dan jemu. Sayyidina Ali
pun tidak tega melihatnya dan segera Ali menyuruhnya kerumah sang Ayah
agar ia diberi seorang pelayan untuk
membantu istrinya dirumah dan Ali tidak mau melihat sang istri letih. Fatimah
pun bangkit dan merapikan kerudungnya. Berangkatlah ia menuju rumah ayahnya
dengan langkah perlahan dan hati-hati. Rasulullah pun melihatnya dengan penuh
gembira lalu bertanya ” hai anakku ada apa ?” Fatimah menjawab, “Aku datang
hanya untuk menyampaikan salam kepadamu”. Rasa malu menahannya untuk
menyampaikan keperluan yang karenanya dia menemui Ayahnya.
Fatimah
kembali kerumahnya dan menyampaikan kepada suaminya bahwa ia malu untuk meminta
sesuatu kepada ayahnya. Fatimah adalah manusia yang sangat pemalu dan paling dekat dengan kalbunya.
9.
Sangat Menjaga Maruahnya
Sifat
pemalu dan kesucian sayyidinah Zahra menjadi buah mulut semua orang. Walaupun
apabila berdepanan dengan orang buta dia tetap memelihara hijabnya. Contoh,
dihadapan lelaki buta, Sayyidina Fatimah sangat melindungi dan memelihara
maruahnya. Rasul Allah bertanya kepadanya, “ mengapa anda berhijab, sedangkan
orang itu buta ?” Fatimah memberi respon dengan berkata, “ walaupun dia tidak
nampak melihat saya, tetapi saya melihatnya, serta dia boleh mencium bauku”. Rasulullah pun
bersabda, “ saya naik saksi bahwa kamu adalah cebisan dari diriku.”
Amru bin
Dinar meriwayatkan dari Aisyah berkata : “ tidak pernah aku melihat seseorang
pun yang lebih benar daripada Fatimah sallamulla’alaihi selain daripada
Ayahnya.”
10.
Kemuliaan Hatinya
Pada suatu
hari Siti Fatimah berada dirumahnya, tiba-tiba ketika itu Rasulullah SAW datang
kerumah Siti Fatimah. Ketika itu Siti Fatimah memakai seuntai kalung emas
pemberian suaminya Ali bin Abi Thalib. Ketika Rasulullah melihat kalung itu,
lalu Nabi SAW bersabda, “ Hai anakku aakah engkau bangga disebut orang sebagai
Putri Muhammad, sedangkan engkau sendiri memakai jaababirah (perhiasan yang
biasa dipakai oleh putrid bangsawan) ?. ketika itu juga Siti Fatimah langsung
melepaskan kalungnya itu, dan menjualnya. Hasil dari harga kalung tersebut ia
gunakan untuk membeli seorang hamba dan hamba tersebut dimerdekakan. Ketika
Rasulullah mendengar berita tersebut Nabi SAW amat bergembira dan mendo’akan
Siti Fatimah sekeluarga.
C.
Pernikahan dan Keluarganya
Ketika
usianya beranjak dewasa, Fatimah Az-Zahra dipersunting oleh salah satu sepupuh,
sahabat sekaligus orang kepercayaan Rasulullah, Ali bin Thalib. Ali bin Abi
Thalib datang kepada Rasulullah untuk melamar, lalu ketika Nabi bertanya
“apakah mempunyai sesuatu?”. Tidak ada ya Rasulullah”. Jawabku.”. dimana pakaian perangmu
yang hitam, yang saya berikan kepadamu”. Tanya beliau.” Masih ada wahai
Rasulullah”. Kata beliau.
Lalu bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Nabi
menyuruh menjualnya dan baju besi itu dijual kepada Utsman bin Affan seharga
470 dirham, kemudian diberikan kepada Rasulullah dan diserahkan kepada bilal
untuk membeli perlengkapan pengantin. Sejak pertama kali menginjakkan kaki dirumah suaminya,
Fatimah mengetahui bahwa dia memiliki kewajiban yang besar terhadap suaminya.
Dia mengetahui kondisi ekonimi suaminya, mengetahui bagian dalamnya, serta
mengetahui beban dan tugas yang dituntut oleh kehidupan.
Masa-masa
awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di Madina. Dimasa itu,
Sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum
musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa
yang kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh
urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin.
Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi
pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya,
Imam Ali as dalam menegakan ajaran Islam.
Dari
penikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra memiliki 4 anak, 2
putra dan 2 putri yaitu Hasan dan Husain. Sedangkan yang putri yaitu bernama
Muhsin, tetapi Muhsin meninggal dunia saat masih kecil. Pernikahannya mengatur
rumah tangganya, dan pendidikan anak-anaknya berada didalam rumah seorang
pribadi terbesar dalam kedua dalam Islam, yaitu imam Ali bin Abi Thalib. Dan
dalam masa hidupnya yang singkat itu, Dia mempersembahkan kepada masyarakat dua
orang Imam yang maksum, Imam Hasan dan Imam Husain, serta dua orang wanita
pemberani yang rela berkorban, Zainab dan Ummu Kaltsum.
D.
Gelar yang Dimiliki Siti Fatimah
a.
Az-Zahra
Fatimah
adalah seorang manusia bidadari yang tidak haid dan tidak pula mengeluarkan
kotoran bagaikan bidadari surga. Karena itulah ia dinamakan Az-Zahra atau yang
suci, sebab ia tidak pernah mengeluarkan darah, baik dalam haid maupun
melahirkan (nifas).
b.
Al-Batul
Wanita
yang paling menonjol dimasanya dalam hal keutamaan, agama, dan keturunan atau
orang yang suci.
c.
Sayyidatu
Nisail ‘alamin
Penghulu
(pemimpin) semua perempuan atau wanita-wanita penghuni surga. Siti Fatimah dikenal sebagai seorang yang berakhlak mulia,
sopan santun, tidak sombong dan rendah hati. Walaupun beliau putri seorang
Nabi, beliau ramah serta lemah lembut dalam bertutur kata. Berjiwa besar,
lapang dada serta pemaaf dan tidak mempunyai rasa ghil (rasa tidak senang keada
orang lain). Sehingga tepat sekali beliau mendapat gelar Sayyidatu Nisail ‘
alamin.
E.
Keutamaan dan Keistimewaan nya
1.
Dia
adalah seorang isteri yang berkelayakan dalam urusan rumahtangga, memadai
dengan hidup sederhana, tidak meminta-minta dari suaminya, bersama-sama dalam
segala hal dan sentiasa berada disisi Imam Ali (as) di dalam kesusahan dan
kesedihan.
2.
Dia
adalah model kesetiaan dan ketabahan serta amat bijak dalam mendidik anak-anak,
beliau adalah seorang Ibu Mithali.
3.
Dia
sentiasa menghormati ayahandanya, suami dan orang lain serta sentiasa
bekerjasama dengan pembantu rumah dalam membuat kerja-kerja rumah.
4.
Tidak
berpaut pada dunia dan merupakan ahli infaq yang senantiasa bersedekah dan
sanggup berkorban apa sahaja.sebagai contoh, Baju perkahwinannya sendiri juga
telah diberikan kepada orang yang telah datang didepan pintu rumahnya.
5.
Beliau
tidak pernah menolak untuk membantu dari segi harta orang-orang yang memerlukan
dan telah menjadi kebiasaan untuk hidup.
6.
Sederhana
jauh dari kesenangan dan kekayaan serta menjalani hidup dengan keindahan
akhlak, kasih sayang dan kerjasama
7.
Berhijab,
sifat malu dan kesucian Sayyidah Zahra (sa) menjadi buah mulut semua
orang.walaupun apabila berhadapan dengan orang buta dia tetap memelihara
hijabnya.
8.
Hidupnya
penuh keberkatan, tidak pernah disia-siakan. Usianya pendek, tetapi penuh
dengan usaha
9.
Dari
kecil lagi demi menyampaikan dan mempertahankan agama yang hak, Zahra berjalan
seiring dengan ayahnya, Beliau penolong yang penyayang dalam membuat
kerja-kerja rumah, Zahra penolongnya Ali(as).
10. Pada malam yang sunyi dan penuh
rahsia, Zahra bersujud menyembah Tuhan.
11. Tidak walau sedetik dan seketika pun
ingatan Zahra terpisah dari Tuhannya.
Keutamaan
Fatimah bukanlah hanya karena beliau adalah putri dari Rasulullah SAW
semata, akan tetapi keutamaan dan kemuliaan beliau memang ditunjang
beberapa hal penting seperti keutamaan Akhlaq yang mulia, ilmu pengetahuan yang
tinggi, kefasihan yang mengungguli kaum pria sekalipun, kesabaran, ketabahan,
kesederhanaan, kezuhudan, ketegaran hati dan lainya.
Selain
sifat-sifat yang dimiliki Sayyidah Fatimah as tersebut, terdapat keunikan lain
akan keutamaan beliau, yaitu beliau adalah putri dari Rasulullah SAW, Putri
dari Khadijah al-Kubra (Pemuka wanita Islam pertama), Istri dari Sayyidina Ali
bin abi thalib (yang merupakan sahabat
terdekat Nabi SAW dan orang pertama kali masuk Islam), beliau adalah Ibu dari
Sayyidain al-Hasan wal-Husain, dan beliau merupakan salah satu anggota khusus
keluarga Nabi SAW yang disebut sebagai Ahlul Bait Yang Suci.
F.
Kematian Siti Fatimah Az-Zahra
Ketika
Siti Fatimah merasa ajalnya sudah dekat, beliau bercerita kepada Asma’ binti
Umais yang hamir setiap hari berkunjung kerumah Siti Fatimah Az-Zahra. Beliau
berkata” Saya kurang senang terhadap apa yang diperbuat wanita jika mati, yaitu
hanya ditutupi dengan kain. Sehingga bentuk badannya kelihatan.” Maka
berkatalah Asma’ kepada Siti Fatimah, “ apakah engkau mau aku tunjukkan sesuatu
yang pernah aku lihat di Habasyah?” Siti Fatimah menjawab : “coba tunjukkan.”
Maka dibuatlah oleh Asma’ keranda dari pelepah pohon kurma, kemudian diatasnya
ditaruhkan kain. Begitu Siti Fatimah melihat keranda tersebut, beliau sangat
gembira dan tertawa seraya berkata : h“Alangkah baiknya ini. Semoga Allah
menutupimu sebagaimana engkau menutupiku. Nanti jika aku mati, maka mandikanlah
aku bersama Ali dan jangan ada orang lain yang ikut memandikanku. Setelah itu
buatkanlah aku seperti itu. Dan tibalah ajalnya, sehingga Asma’ menyampaikan
wasiat nya kepada Ali, dan hanya Ali saja yang memandikan jenazahnya.
G.
Uwais
Al Qarni
Nama Uwais
al-Qarani memainkan peranan penting dalam biografi mistikal nabi. "Sesungguhnya aku merasakan nafas
ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih, mengalir kepadaku dari Yaman!”
Demikian sabda Nabi SAW tentang diri Uwais, yang kemudian dalam tradisi tasawuf
menjadi contoh bagi mereka yang memasuki tasawuf tanpa dituntun oleh sang guru
yang hidup. Para sufi yang mengaku dirinya telah menempuh jalan tanpa
pemba’iatan formal kemudian disebut dengan istilah Uwaisi. Mereka ini dibimbing
langsung oleh Allah di jalan tasawuf, atau telah ditasbihkan oleh wali nabi
yang misterius, Khidhir. Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani
berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil di dekat Nejed. Tidak diketahui kapan
beliau dilahirkan. Ia kilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah. Ia tidak
pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orang tuanya yang sangat
ditaatinya.
Untuk
membantu meringankan beban orang tuanya, ia bekerja sebagai penggembala dan
pemelihara ternak upahan. Dalam kehidupan kesehariannya ia lebih banyak
menyendiri dan bergaul hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya. Oleh
karenanya, ia tidak dikenal oleh kebanyakan orang disekitarnya, kecuali para
tuan pemilik ternak dan sesamanya, para penggembala. Hidupnya amat sangat
sederhana. Pakaian yang dimiliki hanya yang melekat di tubuhnya. Setiap harinya
ia lalui dengan berlapar-lapar ria. Ia hanya makan buah kurma dan minum air
putih, dan tidak pernah memakan makan yang dimasak atau diolah. Oleh karenanya,
ia merasakan betul derita orang-orang kecil disekitarnya. Tidak cukup dengan
empatinya yang sedemikian, rasa takutnya kepada Allah mendorongnya untuk selalu
berdoa kedapa Allah : “Ya Allah, janganlah Engkau menyiksaku, karena ada yang
mati karena kelaparan, dan jangan Engaku menyiksaku karena ada yang
kedinginan.” Ketaatan dan kecintaannya kepada Allah, juga termanifestasi dalam
kecintaannya dan ketaatannya kepada Rasulullah dan kepada kedua orang tuanya,
sangat luar biasa.
Di siang
hari, ia bekerja keras, dan dimalam hari, ia asik bermunajat kepada Allah swt.
Hati dan lisannya tidak pernah lengah dari berdzikir dan bacaan ayat-ayat suci
al-Qur’an, meskipun ia sedang bekerja. Ala kulli hal, ia selalu berada bersama
Tuhan, dalam pengabdian kepada-Nya. Rasulullah saw menuturkan keistimewaan
Uwais di hadapan Allah kepada Umar dan Ali bahwa dihari kiamat nanti, disaat
semua orang dibangkitkan kembali, Uwais akan memberikan syafaat kepada sejumlah
besar umatnya, sebanyak jumlah domba yang dimiliki Rabbiah dan Mudhar (keduanya
dikenal karena mempunyai domba yang banyak). Karena itu, Rasulullah menyarankan
kepada mereka berdua agar menemuinya, menyampaikan salam dari Rasulullah, dan
meminta keduanya untuk mendoakan keduanya, yang digambarkan bahhwa Uwais
memiliki tinggi badan yang sedang dan berambut lebat, dan memiliki tanda putih
sebesar dirham pada bahu kiri dan telapak tangannya. Sejak Rasulullah
menyarankan keduanya untuk menemuinya, sejak itu pula keduanya selalu penasaran
ingin segera bertemu dengan Uwais.
Setiap
kali Umar maupun Ali bertemu dengan rombongan orang-orng Yaman, ia selalu
berusaha mencaru tahu dimana keberadaan Uwais dari rombongan yang ditemuinya.
Namun, keduanya selalu gagal mendapatkan informasi tentang Uwais. Barulah
setalah Umar diangkat menjadi khalifah, informasi tentang Uwais keduanya
perolih dari serombongan orang Yaman, “Ia tampak gila, tinggal sendiri dan
tidak brgaul dengan masyarakat. Ia tidak makan apa yang dimakan oleh kebanyakan
orang, dan tidak tampak susan atau senang. Ketika orang-orang tersenyum ia
menangis, dan ketika orang-orang menangis ia tersenyum”. Demikian kata
rombongan orang-orang Yaman tersebut. Mendengar cerita orang-orang Yaman
tersebut, Umar dan Ali segera berangkat menuju tempat yang ditunjukkan oleh
orang-orang Yaman tadi. Akhirnya, keduanya bertemu dengan Uwais di suatu tempat
terpencul. Abi Naim al-Afshani menuturkan dialog yang kemudian terjadi antara
Umar dan Ali dengan Uwai al-Qarani sebagai berikut: Umar : Apa yang anda
kerjakan disini ? Uwais : Saya bekerja sebagai penggembala Umar : Siapa nama
Anda? Uwais : Aku adalah hamba Allah Umar : Kita semua adalah hamba Allah, akan
tetapi izinkan kami untuk mengetahui anda lebih dekat lagi Uwais : Silahkan
saja. Umar dan Ali : Setelah kami perhatikan, andalah orang yang pernah
diceritakan oleh Rasulullah SAW kepada kami. Doakan kami dan berilah kami
nasehat agar kami beroleh kebahagiaan dunia dan di akherat kelak. Uwais : Saya
tidak pernah mendoakan seseorang secara khusus.
Setiap
hari saya selalu berdoa untuk seluruh umat Islam. Lantas siapa sebenarnya anda
berdua. Ali : Beliau adalah Umar bin Khattab, Amirul Mu’minin, dan saya adalah
Ali bin Abi Thalib. Kami berdua disuruh oleh Rasulullah SAW untuk menemui anda
dan menyampaikan salam beliau untuk anda. Umar : Berilah kami nasehat wahai
hamba Allah Uwais : Carilah rahmat Allah dengan jalan ta’at dan penuh harap dan
bertawaqal kepada Allah. Umar :Terimakasih atas nasehat anda yang sangat
berharga ini. Sebagai tanda terima kasih kami, kami berharap anda mau menerima
seperangkat pakaian dan uang untuk anda pakai. Uwais : Terimakasih wahai Amirul
mu’minin. Saya sama sekali tidak bermaksud menolak pemberian tuan, tetapi saya
tidak membutuhkan apa yang anda berikan itu. Upah yang saya terima adalah 4
dirham itu sudah lebih dari cukup. Lebihnya saya berikan kepada ibuku. Setiap
hari saya cukup makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah makan
makan yang di masak. Kurasa hidupku tidak akan sampai petang hari dan kalau
petang, kurasa tidak akan sampai pada pagi hari. Hatiku selalu mengingat Allah
dan sangat kecewa bila sampai tidak mengingat-Nya. Ketika orang-orang Qaran
mulai mengetahui keduduka spiritualnya yang demikian tinggi di mata Rasulullah
saw, mereka kemudian berusaha untuk menemui dan memuliakannya. Akan tetapi,
Uwais yang sehari-harinya hidup penuh dengan kesunyian ini, diam-diam
meninggalkan mereka dan pergi menuju Kufah, melanjutkan hidupnya yang sendiri.
Ia memilih untuk hidup dalam kesunyian, hati terbatas untuk yang selain Dia.
Tentu saja, “kesunyian” disini tidak identik dengan kesendirian (pengasingan
diri).
Hakekat
kesendirian ini terletak pada kecintaanya kepada Tuhan. Siapa yang mencintai
Tuhan, tidak akan terganggu oleh apapun, meskipun ia hidup ditengah-tengah
keramaian. Alaisa Allah-u bi Kafin abdahu? Setelah seorang sufi bernama Harim
bin Hayyam berusaha untuk mencari Uwais setelah tadak menemukannya di Qaran.
Kemudian ia menuju Basrah. Di tengah perjalanan menuju Basrah, inilah, ia
menemukan Uwais yang mengenakan jubah berbulu domba sedang berwudhu di tepi
sungai Eufrat. Begitu Uwais beranjak naik menuju tepian sungai sambil merapikan
jenggotnya. Harim mendekat dan memberi salam kepadanya. Uwais : menjawab: “ Wa
alaikum salam”, wahai Harim bin Hayyan. Harim terkejut ketika Uwais menyebut
namanya. “Bagaimana engakau mengetahui nama saya Harim bin Hayyan?’ tanya
Harim. “Roku telah mengenal rohmmu”, demikian jawan Uwais. Uwais : kemudian
menasehati Harim untuk selalu menjaga hatinya. Dalam arti mengarahkannya untuk
selalu dalam ketaatan kepada-Nya melalui mujahadah, atau mengarahkan diri
“dirinya “ untuk mendengar dan mentaati kata hatinya. Meski Uwais menjalani
hidupnya dalam kesendirian dan kesunyian, tetapi pada saat-saat tertentu ia
ikut berpartisipasi dalam kegiatan jihad untuk membela dan mempertahankan agama
Allah. Ketika terjadi perang Shiffin antara golongan Ali melawan Muawiyah,
Uwais berdiri di golongan Ali. Saat orang islam membebaskan Romawi, Uwais ikut
dalam barisan tentara Islam. Saat kembali dari pembebasan tersebut, Uwais
terserang penyakit dan meninggal saat itu juga. (t.39 H). Demikianlah sekelumit
tentang Uais al-Qarani, kemudian hri namanya banyak di puji oleh masyarakat.
Yunus Emre misalnya memujinya dalam satu sajak syairnya : Kawan tercinta
kekasih Allah; Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani. Dia tidak berbohong ; dan tidak
makan makan haram Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani Di pagi hari ia bangun dan
mulai bekerja, Dia membaca dalam dzikir seribu satu malam Allah; Dengan kata
Allahu Akbar dia menghela unta-unta Di tanah Yaman, Uwais alQarani Negeri Yaman
“negeri di sebelah kanan “, negeri asal angin sepoi-sepoi selatan yang
dinamakan nafas ar-rahman, Nafas dari Yang Maha Pengasih, yang mencapai Nabi
dengan membawa bau harum dari ketaatan Uwais al-Qarani, sebagaimana angin
sepoi-sepoi sebelumnya yang mendatangkan keharuman yang menyembuhkan dari
kemeja Yusuf kepada ayahnya yang buta. Ya’kub (QS, 12: 95), telah menjadi
simbul dari Timur yang penuh dengan cahaya, tempat dimana cahaya muncul, yang
dalam karya Suhrawadi menggambarkan rumah keruhanian yang sejati. “Negeri di
sebelah kanan “ itu adalah tanah air Uwais al-Qarani yanag memeluk Islam tanpa
pernah betemu dengan nabi.
Hikmah
Yamaniyyah, “Kebijaksanaan Yaman,” dan Hikmah Yamaniyyah, ”filosofi Yanani”,
bertentangan, sebagaimana makrifat intuitif dan pendekatan intelektual,
sebagaimana Timur dan Barat. Doa dan Dzikir Satu hal yang perlu digarisbawahi
dari diri Uwais al-Qarani, kemudian menjadi landasan dalam tareqat-tareqat
sufi, selain baktinya yang luar biasa terhadap kedua orang tuanya dan sikap
zuhudnya, adalah doa dan dzikirnya. Uwais tidak pernah berdoa khusus untuk
seseorang, tetapi selalu berdoa untuk seluruh umat kaum muslim. Uwais juga
tidak pernah lengah dalam berdzikir meskipun sedang sibuk bekerja, mengawasi
dan menggiring ternak-ternaknya. Doa dan dzikir bagaikan dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan. Hakekatnya adalah satu. Sebab, jelas doa adalah
salah satu bentuk dari dzikir, dan dzikir kepada–Ku hingga ia tidak sempat
bermohon (sesuatu) kepada-Ku, maka Aku akan mengaruniakan kepadanya sesuatu
yang terbaik dari yang diminta orang yang berdoa kepada-Ku”. Uwais selalu bedoa
untuk seluruh muslimin. Doa untuk kaum muslim adalah salah satu bentuk
perwujudan dari kepedulian terhadap “urusan kaum muslim”. Rasulullah saw.
Pernah memperingatkan dengan keras: Siapa yang tidap peduli dengan urusan kaum
muslim, maka ia tidak termasuk umatku.” Dalam hal ini, Rasulullah saw
menyatakan bahwa permohonan yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang
untuk saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan dan mendahulukan doa
untuk selain dirinya. Dan Uwais lebih memilih untuk medoakan seluruh saudaranya
seiman. Suatu ketika Hasan bin Ali terbangun tengah malam dan melihat ibunya,
Fatimah az-Zahra, sedang khusu’ berdoa. Hasan yang pensasaran ingin tahu apa
yang diminta ibunya dalam doanya berusaha untuk menguping. Namun Hasan agak
sedikit kecewa, karena dari awal hingga akhir doanya, ibunya, hanya meminta
pengampunan dan kebahagian hidup untuk seluruh kaum muslimin di dunia dan di
akhirat kelak. Selesai berdoa, segera Hasan bertanya kepada ibunya perihal
doanya yang sama sekali tidak menyisakan doanya untuk dirinya sendiri. Ibunya
tersenyum, lalu menjawab bahwa apapun yang kita panjatkan untuk kebahagiaan
hidup kaum muslim, hakekatnya, permohonan itu akan kembali kepada kita. Sebab
para malaikat yang menyaksikan doa tersebut akan berkata “Semoga Allah
mengabulkanmu dua kali lipat.” Dari prinsip tersebut, para sufi kemudian
menarik suatu prinsip yang lebih umum yang padanya bertumpu seluruh rahasia
kebahagiaan. Apa yang kita cari dalam kehidupan ini, harus kita berikan kepad
orang lain. Jika kebajikan yang kita cari, berikanlah; jika kebaikan,
berikanlah; jika pelayanan, berikanlah. Bagi para sufi, dunia adalah kubah, dan
perilaku seseorang adalah gema dari pelaku yang lain. Secuil apapun kebaikan
yang kita lakukan, ia akan kembali. Jika bukan dari seseorang, ia akan datang
dari orang lain. Itulah gemanya. Kita tidak mengetahui dari mana sisi kebaikan
itu akan datang, tetapi ia akan datang beratus kali lipat dibanding yang kita
berikan. Demikianlah, berdoa untuk kaum mulim akan bergema di dalam diri yang
tentu saja akan berdampak besar dan positif dalam membangun dan meningkatkan
kualitas kehidupan spiritual seseorang. Paling tidak, doa ini akan memupus ego
di dalam diri yang merupakan musuh terbesar, juga sekalihgus akan melahirkan
dan menanamkan komitmen dalam diri “rasa Cinta”dan “prasangka baik”terhadap
mereka, yang merupakan pilar lain dari ajaran sufi, sebagai manifestasi cinta
dan pengabdian kepada Allah swt. Uwais tidak pernah lengah untuk berdzikir,
mengingat dan mnyebut-nyebut nama Allah meskipun ia sedang sibuk mengurus
binatang ternaknya. Dzikir dalam pengertiannya, yang umum mencakup ucapan
segala macam ketaatan kepada Allah swt.
Namun yang
dilakukan Uwais disini adlah berdzikir dengan menyebut nama-nama Allah dan
meningat Allah, juga termasuk sifat-sifat Allah. Ibn Qayyim al-Jauziyyah ketika
memaparkan berbagai macam faedah dzikir dalm kitabnya “al-wabil ash-shayyab min
al-kalim at-thayyib” menyebutkan bahwa yang paling utama pada setiap orang yang
bramal adalah yang paling banyak berdzikir kepad Allah swt. Ahli shaum yang
paling utama adalah yang paling banyak dzikirnya; pemberi sedekah yang paling
baik adalah yang paling banyak dzikirnya; ahli haji yang paling utama adalah
yang paling banyak berdzikir kepada Allah swt; dan seterusnya, yang mencakup
segala aktifitas dan keadaan. Syaikh Alawi dalam “al-Qawl al-Mu’tamad,”
menyebutkan bahwa mulianya suatu nama adalah kerena kemuliaan pemilik nama itu,
sebeb nama itu mengandung kesan sipemiliknya dalam lipat tersembunyi esensi
rahasianya dan maknanya. Berdzikir dan mengulang-ulang Asma Allah, Sang Pemilik
kemuliaan, dengan demikian, tak diragukan lagi akan memberikan sugesti, efek,
dan pengaruh yang sangat besar. Al-Ghazali menyatakan bahwa yang diperoleh
seorang hamba dari nama Allah adalah ta’alluh (penuhanan), yang berarti bahwa
hati dan niatnya tenggelan dalam Tuhan, sehingga yang dilihat-Nya hanyalah Dia.
Dan hal ini, dalam pandangan Ibn Arabi, berarti sang hamba tersebut menyerap
nama Allah, yang kemudian merubahnya dengan ontologis. Demikianlah, setiap kali
kita menyerap asma Allah lewat dzikir kepada-Nya, esensi kemanusiaan kita
berubah. Kita mengalami tranformasi. Yanag apada akhirnya akan membuahkan
akhlak al-karimah yang merupakan tujuan pengutusan rasulullah Muhammad saw.
Dilihat dari sudut panang psikologis sufistik, pertama-tama dzikir akan memberi
kesan pada ruh seseorang, membentuknya membangun berbagai kualitas kebaikan,
dan kekuatan inspirasi yang disugestikan oleh nama-nama itu.
Dan
mekanisme batiniah seseorang menjadi semakin hidup dari pengulangan dzikir itu,
yang kemudian mekanisme ini berkembang pada pengulangan nama-nama secara
otomatis. Jadi jika seseorang telah mengilang dzikirnya selama satu jam,
misalnya, maka sepanjang siang dan malam dzikir tersebut akan terus berlanjut
terulang, karena jiwanya mengulangi terus menerus. Pengulangan dzikir ini, juga
akan terefleksi pada ruh semesta, dan mekanisme universal kemudian
mengulanginya secara otomatis. Dengan kata lain, apa yang didzikirkan manusia
dengan menyebutnya berulang-ulang. Tuhan kemudian mulai mengulanginya, hingga
termaterialisasi dan menjadi suatu realita di semua tingkat eksistensi. Wallahu
a’lam bis-shawab.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Fatimah adalah
putri tercinta dari Nabi saw.Fatimah binti Muhammad (606/614-632) atau Fatimah
az-Azahra (Fatimah yang selalu berseri) putri bungsu Nabi Muhammad dan ibunda Khadijah. Fatimah
Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari
Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada
masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar, dermawan, dan penyayang
karena ia tidak pernah
melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasulullah sering sekali
menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata
“ Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia.”
Terdapat
perbedaan pendapat mengenai kisah hidup Uwais al-Qarni, bahkan pada abad
pertama Hijriah menjadikan sebagian ahli sejarah ragu-ragu ketika berbicara
mengenai kepribadiannya.; Meskipun demikian, dikatakan bahwa ia meriwayatkan
hadis Imam Ali As dan Umar bin Khatab. Sebagian besar para rijal dan muhadits
yang sebagian besarnya orang Kufah juga mendengar hadis dari Uwais.
DAFTAR PUSTAKA
Syariati Ali. 2004. Fatimah Az-Zahrah. Pustaka Zahrah: Jakarta
http.www.
Fatimah Az-zahra.
Abdurrahman
Umairah.2000. Tokoh-tokoh yang diabadikan
AL-QUR’AN. Gema Insani Press: Jakarta
Ali
Umar al-Habsyi.Dua Pusaka Nabi SAW.
Pustaka Indonesia: Jakarta
Ahmad
Abdulatif.10 Orang Dijamin Kesurga.1994.
Gema Insani Press:Jakarta
http.al-syahbana.blogspot.com.gelar dan keistimewaan Fatimah Az-Zahra
http.bhalaqah.blogspot.com/search/label/isteri.sholeha.
http.Syafiq Basri. Biografi Fatimah Az-Zahra.
Komentar
Posting Komentar