MAKALAH MENDALAMI KISAH “SITI FATIMAH AZ – ZAHRA DAN UWAIS AL QARNI”

MAKALAH
MENDALAMI KISAH “SITI FATIMAH AZ – ZAHRA DAN UWAIS AL QARNI”










Disusun Oleh :

Kelompok 6

1.      DEFRIADI
2.      LAILA
3.      RINA FEBRIANI
4.      RIZKY STIAWAN
5.      YOGA FERNANDA

KELAS XI IPS 1





MADRASAH ALIYAH BAITULMAL PANCASILA
TAHUN PELAJARAN 2017 / 2018

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul Mendalami Kisah “Siti Fatimah Az – Zahra dan Uwais Al Qarni” dengan lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Guru Bidang Studi dan tak lupa  kedua orang tua serta teman-teman yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.


Nanga Pinoh,  Agustus 2017


Penyusun











DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................        i
Daftar Isi..............................................................................................................        ii

BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang ........................................................................................        1
B.     Rumusan Masalah ....................................................................................        1

BAB II PEMBAHASAN
A.     Lahirnya Siti Fatimah Az – Zahra ..............................................................        2
B.     Keutamaan Akhlak Siti Fatimah Az – Zahra .............................................        4
C.     Pernikahan dan Keluarganya  ...................................................................        9
D.     Gelar yang dimiliki Siti Fatimah .................................................................        10
E.      Keutamaan dan Keistimewaannya  ...........................................................        11
F.      Kematian Siti Fatimah Az – Zahra ............................................................        12
G.     Uwais Al Qarni ........................................................................................        13

BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan ..............................................................................................        19

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................        20



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Pada zaman dahulu tepatnya pada zaman jahiliyah banyak perempuan dipandang rendah, layaknya seperti hewan. Pada saat itu perempuan tak ubahnya seperti harta benda atau bagian dari kekayaan laki-laki. Bangsa Arab jahiliyah pada saat itu menganggap perempuan sebagai aib oleh karena itu mereka menguburkan setiap anak perempuan baik yang baru lahir maupun anak-anak perempuan yang sedang dalam masa pertumbuuhan. Tak hanya itu para perempuan remaja maupun perempuan dewasa dijadikan sebagai budak diperjual belikan demi kepentingan materi dan syahwat laki-laki.
Keadaan tersebut membuat Rasulullah Muhammad SAW bertindak, sehingga status dan derajat kaum perempuan sama halnya seperti laki-laki. Sampai pada akhirnya muncullah sosok perempuan yang tangguh, seperti Siti Khadijah, Siti Aisyah dan yang lainya.
Dalam makalah ini penulis akan menampilkan sosok perempuan yang menjadi salah satu tokoh perempuan yang sangat berpengaruh bagi Islam yakni Fatimah Az-Zahra dan Uwais Al – Qarni.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sejarah lahirnya Siti Fatimah Az-Zahra ?
2.         Bagaimana perjalanan hidup Fatimah Az-Zahra !
3.         bagaimana Akhlak Siti Fatimah Az-Zahra !
4.         Bagaimana kisah hidup Uwais Al-Qarni ?







BAB II
PEMBAHASAN

A.            Lahirnya Siti Fatimah AZ-Zahra
Lahirnya Siti Fatimah Az Zahra r.a merupakan rahmat yang telah dilimpahkan Ilahi kepada Nabi Muhammad SAW. Ia telah menjadi wadah suatu keturunan yang suci. Ia laksana benih yang akan menumbuhkan pohon besar penyambung keturunan Rasulullah SAW. Ia satu-satunya yang menjadi sumber keturunan paling mulia yang dikenali umat Islam di seluruh dunia. Siti Fatimah Az Zahra r.a (Fatimah yang selalu berseri) dilahirkan di Makkah, pada hari Jum’at, 20 Jumadil Akhir, lebih kurang lima tahun sebelum Rasulullah SAW di angkat menjadi Rasul.
Nama Fatimah berasal dari kata Fathmana yang artinya sama dengan Qath’an atau man’an, yang berarti memotong, memutuskan, mencegah. Ia dinamakan Fatimah karena Allah SWT mencegah dirinya dari api neraka. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda, “ sesungguhnya Fatimah adalah orang yang suci farajnya, maka Allah haramkan atas dia dan keturunannya akan api neraka.
Siti Fatimah  Az Zahra r.a membesar di bawah naungan wahyu Ilahi, di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan jahiliyah, di kala sedang hebatnya perjuangan para perintis iman melawan penyembah berhala. Dia menyaksikan keteguhan dan ketegasan orang-orang mukmin dalam perjuangan gagah berani menghadapi komplot-komplot Quraisy. Suasana perjuangan itu membekas sedalam-dalamnya pada jiwa Siti Fatimah Az Zahra r.a dan memainkan peranan penting dalam pembentukan peribadinya, serta mempersiapkan kekuatan rohaniah bagi menghadapi kesukaran-kesukaran di masa depan.
Kehadiran Fatimah laksana bunga yang mekar dengan begitu indahnya. Semerbak harumnya membuat jiwa-jiwa yang lunglai menjadi tercerahkan kembali. Kelahirannya mengakhiri seluruh pandangan dan keyakinan yang batil tentang perempuan. Saat Fatimah terlahir, Rasulullah pun menengadahkan kedua tangannya kelangit dan melantunkan do’a syukur yang begitu indah. Dengan penuh suka cita, ia peluk si kecil Fatimah. Ia cium keningnya dan menatap wajahnya yang memancarkan cahaya kedamaian. Siti Fatimah Az-Zahra mendapat julukan Ummu Aimmah, Sayyidatu Nisyail Alamin, Ummu Abiha,  Al-Batul, At-Thahirah.
Rasulullah SAW sangat mencintai puterinya ini. Siti Fatimah Az Zahra r.a adalah puteri bungsu yang paling disayang dan dikasihani junjungan kita Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW merasa tidak ada seorang pun di dunia, yang paling berkenan di hati baginda dan yang paling dekat di sisinya selain puteri bungsunya itu.
Sorotan mata Fatimah, membuat kalbu Rasulullah menjadi amat bahagia lahirnya perempuan suci itu, Allah swt sepertinya membukakan khazanah harta karun alam semesta kepada sang Nabi saw. Sungguh benar apa yang dikatakan Al-Quran, bahwa Fatimah adalah Al-Kautsar. Allah swt berfirman : “ Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu Al-Kaustar, nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang berputus.”
Surat pendek ini merupakan pesan illahi yang membuat hati Rasulullah menjadi begitu gembira dan ia benar-benar meyakini janji ilahi. Fatimah terlahir ke dunia untuk menjadi pimpinan kaum perempuan dan dari keturunanya akan lahir para manusia-manusia agung penegak agama illahi dan keadilan. Salam atasmu Fatimah Az-Zahra as, perempuan yang paling utama. Salam atasmu Fatimah Az-Zahra as, perempuan yang paling utama salam atasmu wahai manusia yang paling dicintai Nabi, salam atasmu wahai Fatimah, manusia sempurna. Rasulullah saw bersabda, “Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali ia beribadah di mihrab dihadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi”. Fatimah Az-Zahra
Rasulullah mengucapkan rasa cintanya kepada putrinya tatkala diatas mimbar:”Sungguh Fatimah bagian dariku, Siapa yang membuatnya marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan,” Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti.”

B.       Keutamaan  Akhlak Siti Fatimah Az-Zahra
1.           Keberanian Siti Fatimah Az-Zahra
Sejak masa kanak-kanak, dalam usia dini, Fatimah r.a telah memahami serangan yang dilancarkan kaum Quraisy kepada ayahnya. Jika ayahnya bepergian, Fatimah mengikuti dan menyertainya. Akhirnya, terjadilah suatu peristiwa yang takkan terlupakan. Suatu kali, ketika ayahnya sedang sujud di Masjidil Haram, sedangkan disekelilingnya adalah kaum musyrikin Quraisy datang membawa bangkai kambing. Dia melemparkan nya ke punggung Nabi saw, Rasullullah tidak dapat mengangkat kepalanya hingga Fatimah datang dan menyingkirkan semua bangkai itu tanpa ada rasa jijik sedikitpun dari punggung Rasullullah dan dengan lantangnya ia menyebutkan orang yang telah melakukan perbuatan keji kepada Ayahnya.
Pasca wafatnya Rasulullah saw, umat Islam berada dalam situasi Islam berada dalam situasi perselisihan yang amat kusial dan terancam pecah serta terjerumus dalam kesehatan. Namun dengan pemikiran yang jernih, Sayyidah Fatimah membaca kondisi umat Islam saat itu dengan penuh bijaksana, namun ia pun tak segan-segan untuk mengungkapkan titik lemah dan kelebihan umat Islam di masa itu. Dia sangat menghawatirkan masa depan umat dan memperingatkan masyarakat agar wasapada terhadap faktor-faktor yang bisa menyesatkan umat. Dalam khotbah bersejarahnya, pasca kepergian Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah as menegaskan bahwa jalan yang bisa menyelamatkan manusia adalah berpegang diri pada agama illahi dan menaati perintah-perintahnya.
2.        Pandai Menjaga Rahasia dan Dapat Dipercaya
Ketika panas badan Rasulullah saw sangat tinggi, Fatimah menjenguknya, Rasulullah tidak bangun dan tidak lagi menciumnya. Beliau hanya memandangi saja dan tidak berkata apa-apa. Disebabkan itu, Fatimahlah yang mencium beliau. Dalam keadaan demikian payah, beliau masih sempat berkata kepada Fatimah supaya duduk disamping beliau. Rasulullah saw berkata kepada Fatimah dengan berbisik-berbisik dikuping sebelah kanannya, bahwa “ wahai Fatimah, sudah sampai masanya untuk baginda mengadap Tuhan” Fatimah pun menangis dan sangat sedih. Setelah Rasulullah saw melihat Fatimah menangis, beliau berkata lagi kepadanya dengan berbisik-bisik dikuping sebelah kirinya, bahwa ia adalah orang yang pertama yang akan menyusuli baginda, sehingga Fatimah tersenyum. Melihat Rasulullah saw berbisik-bisik dengan putri beliau, Aisyah yang senantiasa mendampingi beliau merasa curiga karena ia tidak tahu apa yang beliau bisikan kepada putri beliau itu.
Disebabkan hal itu, bertanyalah Aisyah kepada Fatimah,” Hai Fatimah, apakah yang telah dibisikkan Rasulullah saw kepadamu?” Fatimah menjawab, ”Aku tidak akan membuka suatu rahasia yang beliau perintahkan kepadaku, dan menyuruhku untuk menyimpannya baik-baik.”
3.        Memiliki Jiwa Tanggung Jawab yang Tinggi
Selepas kepergian sang ibunda, membuat tanggung jawab Sayyidah Fatimah untuk merawat ayahandanya, Rasulullah saw kian bertambah. Di masa-masa yang penuh dengan cobaan dan tantangan itu, Sayyidah Fatimah menyaksikan secara langsung pengorbanan dan perjuangan yang di lakukan ayahandanya demi tegaknya agama illahi.
Begitu juga dengan masa-masa awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di Madina. Dimasa itu, Sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa yang kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya, Imam Ali as dalam menegakan ajaran Islam.
Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya. Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan, dan akhlak yang luhur dan mulia.
4.        Kelembutan Hatinya
Pada suatu ketika lain, Siti Fatimah r.a menyaksikan ayahandanya pulang dengan tubuh penuh dengan kotoran kulit janin unta yang baru dilahirkan. Yang melemparkan kotoran atau najis ke punggung Rasulullah SAW itu adalah Uqbah bin Mu’aith, Ubay bin Khalaf dan Umayyah bin Khalaf. Melihat ayahandanya berlumuran najis, Siti Fatimah r.a segera membersihkannya dengan air sambil menangis.
Pada suatu hari Siti Fatimah Az Zahra r.a menyaksikan ayahnya pulang dengan kepala dan tubuh penuh pasir, yang baru saja dilemparkan oleh orang-orang Quraisy, di saat ayahandanya sedang sujud. Dengan hati remuk-redam laksana disayat sembilu, Siti Fatimah r.a segera membersihkan kepala dan tubuh ayahandanya. Kemudian diambilnya air untuk mencucinya. Dia menangis tersedu-sedu menyaksikan kekejaman orang-orang Quraisy terhadap ayahnya. Membuat anaknya bersedih luar biasa.
Nabi Muhammad rupa-rupanya menganggap perbuatan ketiga kafir Quraisy itu sudah keterlaluan. Kerana itulah maka pada waktu itu baginda memanjatkan doa ke hadrat Allah SWT: “Ya Allah, celakakanlah orang-orang Quraisy itu. Ya Allah, binasakanlah Uqbah bin Mu’aith, ya Allah binasakanlah Ubay bin Khalaf dan Umayyah bin Khalaf.”
Masih banyak lagi pelajaran yang diperolehi Siti Fatimah dari penderitaan ayahandanya dalam perjuangan menegakkan kebenaran Allah. Semuanya itu menjadi bekal hidup baginya untuk menghadapi masa mendatang yang berat dan penuh ujian. Kehidupan yang serba berat dan keras di kemudian hari memang memerlukan kekuatan jiwa dan mental.
5.        Kerendahan Hatinya
Jiwa dan kepribadian Fatimah mengenal konsepsi kehidupan yang paling luhur di rumah wahyu, di sisi pribadi agung Rasulullah sa. Setiap kali Rasulullah memperoleh wahyu, dengan penuh seksama Sayyidah Fatimah mendengarkan ajaran hikmah yang disampaikan oleh sang Ayah kepadanya. Sebegitu mendalamnya cinta kepada Allah swt. Ketika Rasulullah saw berkata kepadanya, “Wahai Fatimah, apapun yang kamu pinta saat ini, katakanlah. Sebab Malaikat pembawa wahyu disisiku.” Namun Fatimah menjawab, ”Kelezatan yang aku peroleh dari berhikmat kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu bisa memandang keindahan Allah swt.” Dunia tidak ada apa-apanya.
Fatimah puteri Rasulullah adalah seorang wanita mulia yang menempuh berbagai ujian yang memerlukan pengorbanan yang cukup besar dalam hidupnya. Walaupun beliau adalah puteri Rasulullah, namun hidupnya bukannya disaluti kemewahan dan kesenangan, tetapi kemiskinan dan kesusahan. Apabila berkahwin dengan Saidina Ali, kehidupannya tetap susah. Walaupun Rasulullah pemilik kepada seluruh kekayaan di muka bumi tapi baginda tidak pernah mendidik anaknya dengan kemewahan.
6.        Kedermawanannya
Sewaktu menjadi isteri Sayyidina Ali, Siti Fatimah menguruskan sendiri keperluan rumah tangganya. Sayyidina Ali sering tiada kerana keluar berjuang bersama Rasulullah SAW. Setiap hari, Siti Fatimah mengangkut air dari sebuah perigi yang jauhnya dua batu dari rumahnya. Beliau mengisar tepung untuk keperluan makanan keluarganya. Dalam serba susah dan miskin, beliau tetap ingin bersedekah walaupun hanya dengan sebelah biji kurma. Siti Fatimah tidak pernah mengeluh atau menyalahkan suaminya terhadap kesusahan yang terpaksa dihadapinya.
Beliau adalah ahli infak  yang senantiasa bersedekah dan sanggup berkorban apa saja. Contohnya, pernah suatu ketika, ada seorang yang datang berada didepan rumahnya.  Karena tidak memiliki apa-apa, tanpa pikir panjang sayyidina Fatimah memberikan pakaian pengantinnya kepada orang itu. Beliau tidak pernah menolak untuk membantu dari segi harta kepada orang-orang yang memerlukan dan telah menjadi kebiasaan untuk hidup sederhana dan jauh dari kesenangan dan kekayaan, serta menjalani hidup dengan keindahan akhlak, kasih sayang dan kerjasama.
7.        Kesabaran yang Tinggi
Ketika masih kanak-kanak, Siti Fatimah Az Zahra r.a sudah mengalami penderitaan, merasakan kehausan dan kelaparan. Dia berkenalan dengan pahit getirnya perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Lebih dari tiga tahun, dia bersama ayah bundanya hidup menderita dibuang daerah akibat pemboikotan orang-orang kafir Quraisy terhadap keluarga Bani Hasyim.
Setelah bebas penderitaan setelah 3 tahun diboikot, datang pula ujian berat atas diri Siti Fatimah Az Zahra r.a, apabila wafatnya ibunda tercinta, Siti Khadijah r.a. Perasaan sedih selalu saja menyelubungi hidup sehari-harinya dengan putusnya sumber kecintaan dan kasih sayang ibu.
Fatimah tidak menyesali diri atau menceritakan kepada ayahnya tentang penderitaan yang dialami di rumah suaminya.  Fatimah adalah seorang ibu yang utama dan istri yang taat lagi sabar. Dia mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya dan menumbuhkan mereka dengan sempurna. Siang hari bekerja dan malam hari berjaga hingga dia mempersembahkan untuk umat manusia pemuda terbaik ahli surga, yaitu Hasan dan Husain.
8.        Sosok yang sangat Pemalu
Saat itu, Fatimah sedang menggiling gandum dalam keadaan letih dan jemu. Sayyidina Ali pun tidak tega melihatnya dan segera Ali menyuruhnya kerumah sang Ayah agar  ia diberi seorang pelayan untuk membantu istrinya dirumah dan Ali tidak mau melihat sang istri letih. Fatimah pun bangkit dan merapikan kerudungnya. Berangkatlah ia menuju rumah ayahnya dengan langkah perlahan dan hati-hati. Rasulullah pun melihatnya dengan penuh gembira lalu bertanya ” hai anakku ada apa ?” Fatimah menjawab, “Aku datang hanya untuk menyampaikan salam kepadamu”. Rasa malu menahannya untuk menyampaikan keperluan yang karenanya dia menemui Ayahnya.
Fatimah kembali kerumahnya dan menyampaikan kepada suaminya bahwa ia malu untuk meminta sesuatu kepada ayahnya. Fatimah adalah manusia yang sangat pemalu dan  paling dekat dengan kalbunya.
9.        Sangat Menjaga Maruahnya
Sifat pemalu dan kesucian sayyidinah Zahra menjadi buah mulut semua orang. Walaupun apabila berdepanan dengan orang buta dia tetap memelihara hijabnya. Contoh, dihadapan lelaki buta, Sayyidina Fatimah sangat melindungi dan memelihara maruahnya. Rasul Allah bertanya kepadanya, “ mengapa anda berhijab, sedangkan orang itu buta ?” Fatimah memberi respon dengan berkata, “ walaupun dia tidak nampak melihat saya, tetapi saya melihatnya, serta  dia boleh mencium bauku”. Rasulullah pun bersabda, “ saya naik saksi bahwa kamu adalah cebisan dari diriku.”
Amru bin Dinar meriwayatkan dari Aisyah berkata : “ tidak pernah aku melihat seseorang pun yang lebih benar daripada Fatimah sallamulla’alaihi selain daripada Ayahnya.”
10.    Kemuliaan Hatinya
Pada suatu hari Siti Fatimah berada dirumahnya, tiba-tiba ketika itu Rasulullah SAW datang kerumah Siti Fatimah. Ketika itu Siti Fatimah memakai seuntai kalung emas pemberian suaminya Ali bin Abi Thalib. Ketika Rasulullah melihat kalung itu, lalu Nabi SAW bersabda, “ Hai anakku aakah engkau bangga disebut orang sebagai Putri Muhammad, sedangkan engkau sendiri memakai jaababirah (perhiasan yang biasa dipakai oleh putrid bangsawan) ?. ketika itu juga Siti Fatimah langsung melepaskan kalungnya itu, dan menjualnya. Hasil dari harga kalung tersebut ia gunakan untuk membeli seorang hamba dan hamba tersebut dimerdekakan. Ketika Rasulullah mendengar berita tersebut Nabi SAW amat bergembira dan mendo’akan Siti Fatimah sekeluarga.

C.       Pernikahan dan Keluarganya
Ketika usianya beranjak dewasa, Fatimah Az-Zahra dipersunting oleh salah satu sepupuh, sahabat sekaligus orang kepercayaan Rasulullah, Ali bin Thalib. Ali bin Abi Thalib datang kepada Rasulullah untuk melamar, lalu ketika Nabi bertanya “apakah mempunyai sesuatu?”. Tidak ada ya Rasulullah”. Jawabku.”. dimana pakaian perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu”. Tanya beliau.” Masih ada wahai Rasulullah”. Kata beliau.
Lalu bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Nabi menyuruh menjualnya dan baju besi itu dijual kepada Utsman bin Affan seharga 470 dirham, kemudian diberikan kepada Rasulullah dan diserahkan kepada bilal untuk membeli perlengkapan pengantin. Sejak pertama kali menginjakkan kaki dirumah suaminya, Fatimah mengetahui bahwa dia memiliki kewajiban yang besar terhadap suaminya. Dia mengetahui kondisi ekonimi suaminya, mengetahui bagian dalamnya, serta mengetahui beban dan tugas yang dituntut oleh kehidupan.
Masa-masa awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di Madina. Dimasa itu, Sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa yang kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya, Imam Ali as dalam menegakan ajaran Islam.
Dari penikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra memiliki 4 anak, 2 putra dan 2 putri yaitu Hasan dan Husain. Sedangkan yang putri yaitu bernama Muhsin, tetapi Muhsin meninggal dunia saat masih kecil. Pernikahannya mengatur rumah tangganya, dan pendidikan anak-anaknya berada didalam rumah seorang pribadi terbesar dalam kedua dalam Islam, yaitu imam Ali bin Abi Thalib. Dan dalam masa hidupnya yang singkat itu, Dia mempersembahkan kepada masyarakat dua orang Imam yang maksum, Imam Hasan dan Imam Husain, serta dua orang wanita pemberani yang rela berkorban, Zainab dan Ummu Kaltsum.

D.      Gelar yang Dimiliki Siti Fatimah
a.         Az-Zahra
Fatimah adalah seorang manusia bidadari yang tidak haid dan tidak pula mengeluarkan kotoran bagaikan bidadari surga. Karena itulah ia dinamakan Az-Zahra atau yang suci, sebab ia tidak pernah mengeluarkan darah, baik dalam haid maupun melahirkan (nifas).
b.         Al-Batul
Wanita yang paling menonjol dimasanya dalam hal keutamaan, agama, dan keturunan atau orang yang suci.
c.         Sayyidatu Nisail ‘alamin
Penghulu (pemimpin) semua perempuan atau wanita-wanita penghuni surga. Siti Fatimah dikenal sebagai seorang yang berakhlak mulia, sopan santun, tidak sombong dan rendah hati. Walaupun beliau putri seorang Nabi, beliau ramah serta lemah lembut dalam bertutur kata. Berjiwa besar, lapang dada serta pemaaf dan tidak mempunyai rasa ghil (rasa tidak senang keada orang lain). Sehingga tepat sekali beliau mendapat gelar Sayyidatu Nisail ‘ alamin.


E.       Keutamaan dan Keistimewaan nya
1.         Dia adalah seorang isteri yang berkelayakan dalam urusan rumahtangga, memadai dengan hidup sederhana, tidak meminta-minta dari suaminya, bersama-sama dalam segala hal dan sentiasa berada disisi Imam Ali (as) di dalam kesusahan dan kesedihan.
2.         Dia adalah model kesetiaan dan ketabahan serta amat bijak dalam mendidik anak-anak, beliau adalah seorang Ibu Mithali.
3.         Dia sentiasa menghormati ayahandanya, suami dan orang lain serta sentiasa bekerjasama dengan pembantu rumah dalam membuat kerja-kerja rumah.
4.         Tidak berpaut pada dunia dan merupakan ahli infaq yang senantiasa bersedekah dan sanggup berkorban apa sahaja.sebagai contoh, Baju perkahwinannya sendiri juga telah diberikan kepada orang yang telah datang didepan pintu rumahnya.
5.         Beliau tidak pernah menolak untuk membantu dari segi harta orang-orang yang memerlukan dan telah menjadi kebiasaan untuk hidup.
6.         Sederhana jauh dari kesenangan dan kekayaan serta menjalani hidup dengan keindahan akhlak, kasih sayang dan kerjasama
7.         Berhijab, sifat malu dan kesucian Sayyidah Zahra (sa) menjadi buah mulut semua orang.walaupun apabila berhadapan dengan orang buta dia tetap memelihara hijabnya.
8.         Hidupnya penuh keberkatan, tidak pernah disia-siakan. Usianya pendek, tetapi penuh dengan usaha
9.         Dari kecil lagi demi menyampaikan dan mempertahankan agama yang hak, Zahra berjalan seiring dengan ayahnya, Beliau penolong yang penyayang dalam membuat kerja-kerja rumah, Zahra penolongnya Ali(as).
10.     Pada malam yang sunyi dan penuh rahsia, Zahra bersujud menyembah Tuhan.
11.     Tidak walau sedetik dan seketika pun ingatan Zahra terpisah dari Tuhannya.
Keutamaan Fatimah bukanlah hanya karena beliau adalah putri dari Rasulullah SAW semata,  akan tetapi keutamaan dan kemuliaan beliau memang ditunjang beberapa hal penting seperti keutamaan Akhlaq yang mulia, ilmu pengetahuan yang tinggi, kefasihan yang mengungguli kaum pria sekalipun, kesabaran, ketabahan, kesederhanaan, kezuhudan, ketegaran hati dan lainya.
Selain sifat-sifat yang dimiliki Sayyidah Fatimah as tersebut, terdapat keunikan lain akan keutamaan beliau, yaitu beliau adalah putri dari Rasulullah SAW, Putri dari Khadijah al-Kubra (Pemuka wanita Islam pertama), Istri dari Sayyidina Ali bin abi thalib  (yang merupakan sahabat terdekat Nabi SAW dan orang pertama kali masuk Islam), beliau adalah Ibu dari Sayyidain al-Hasan wal-Husain, dan beliau merupakan salah satu anggota khusus keluarga Nabi SAW yang disebut sebagai Ahlul Bait Yang Suci.

F.        Kematian Siti Fatimah Az-Zahra
Ketika Siti Fatimah merasa ajalnya sudah dekat, beliau bercerita kepada Asma’ binti Umais yang hamir setiap hari berkunjung kerumah Siti Fatimah Az-Zahra. Beliau berkata” Saya kurang senang terhadap apa yang diperbuat wanita jika mati, yaitu hanya ditutupi dengan kain. Sehingga bentuk badannya kelihatan.” Maka berkatalah Asma’ kepada Siti Fatimah, “ apakah engkau mau aku tunjukkan sesuatu yang pernah aku lihat di Habasyah?” Siti Fatimah menjawab : “coba tunjukkan.” Maka dibuatlah oleh Asma’ keranda dari pelepah pohon kurma, kemudian diatasnya ditaruhkan kain. Begitu Siti Fatimah melihat keranda tersebut, beliau sangat gembira dan tertawa seraya berkata : h“Alangkah baiknya ini. Semoga Allah menutupimu sebagaimana engkau menutupiku. Nanti jika aku mati, maka mandikanlah aku bersama Ali dan jangan ada orang lain yang ikut memandikanku. Setelah itu buatkanlah aku seperti itu. Dan tibalah ajalnya, sehingga Asma’ menyampaikan wasiat nya kepada Ali, dan hanya Ali saja yang memandikan jenazahnya.

G.          Uwais Al Qarni
Nama Uwais al-Qarani memainkan peranan penting dalam biografi mistikal nabi.  "Sesungguhnya aku merasakan nafas ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih, mengalir kepadaku dari Yaman!” Demikian sabda Nabi SAW tentang diri Uwais, yang kemudian dalam tradisi tasawuf menjadi contoh bagi mereka yang memasuki tasawuf tanpa dituntun oleh sang guru yang hidup. Para sufi yang mengaku dirinya telah menempuh jalan tanpa pemba’iatan formal kemudian disebut dengan istilah Uwaisi. Mereka ini dibimbing langsung oleh Allah di jalan tasawuf, atau telah ditasbihkan oleh wali nabi yang misterius, Khidhir. Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil di dekat Nejed. Tidak diketahui kapan beliau dilahirkan. Ia kilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orang tuanya yang sangat ditaatinya.
Untuk membantu meringankan beban orang tuanya, ia bekerja sebagai penggembala dan pemelihara ternak upahan. Dalam kehidupan kesehariannya ia lebih banyak menyendiri dan bergaul hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya. Oleh karenanya, ia tidak dikenal oleh kebanyakan orang disekitarnya, kecuali para tuan pemilik ternak dan sesamanya, para penggembala. Hidupnya amat sangat sederhana. Pakaian yang dimiliki hanya yang melekat di tubuhnya. Setiap harinya ia lalui dengan berlapar-lapar ria. Ia hanya makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah memakan makan yang dimasak atau diolah. Oleh karenanya, ia merasakan betul derita orang-orang kecil disekitarnya. Tidak cukup dengan empatinya yang sedemikian, rasa takutnya kepada Allah mendorongnya untuk selalu berdoa kedapa Allah : “Ya Allah, janganlah Engkau menyiksaku, karena ada yang mati karena kelaparan, dan jangan Engaku menyiksaku karena ada yang kedinginan.” Ketaatan dan kecintaannya kepada Allah, juga termanifestasi dalam kecintaannya dan ketaatannya kepada Rasulullah dan kepada kedua orang tuanya, sangat luar biasa.
Di siang hari, ia bekerja keras, dan dimalam hari, ia asik bermunajat kepada Allah swt. Hati dan lisannya tidak pernah lengah dari berdzikir dan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, meskipun ia sedang bekerja. Ala kulli hal, ia selalu berada bersama Tuhan, dalam pengabdian kepada-Nya. Rasulullah saw menuturkan keistimewaan Uwais di hadapan Allah kepada Umar dan Ali bahwa dihari kiamat nanti, disaat semua orang dibangkitkan kembali, Uwais akan memberikan syafaat kepada sejumlah besar umatnya, sebanyak jumlah domba yang dimiliki Rabbiah dan Mudhar (keduanya dikenal karena mempunyai domba yang banyak). Karena itu, Rasulullah menyarankan kepada mereka berdua agar menemuinya, menyampaikan salam dari Rasulullah, dan meminta keduanya untuk mendoakan keduanya, yang digambarkan bahhwa Uwais memiliki tinggi badan yang sedang dan berambut lebat, dan memiliki tanda putih sebesar dirham pada bahu kiri dan telapak tangannya. Sejak Rasulullah menyarankan keduanya untuk menemuinya, sejak itu pula keduanya selalu penasaran ingin segera bertemu dengan Uwais.
Setiap kali Umar maupun Ali bertemu dengan rombongan orang-orng Yaman, ia selalu berusaha mencaru tahu dimana keberadaan Uwais dari rombongan yang ditemuinya. Namun, keduanya selalu gagal mendapatkan informasi tentang Uwais. Barulah setalah Umar diangkat menjadi khalifah, informasi tentang Uwais keduanya perolih dari serombongan orang Yaman, “Ia tampak gila, tinggal sendiri dan tidak brgaul dengan masyarakat. Ia tidak makan apa yang dimakan oleh kebanyakan orang, dan tidak tampak susan atau senang. Ketika orang-orang tersenyum ia menangis, dan ketika orang-orang menangis ia tersenyum”. Demikian kata rombongan orang-orang Yaman tersebut. Mendengar cerita orang-orang Yaman tersebut, Umar dan Ali segera berangkat menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang-orang Yaman tadi. Akhirnya, keduanya bertemu dengan Uwais di suatu tempat terpencul. Abi Naim al-Afshani menuturkan dialog yang kemudian terjadi antara Umar dan Ali dengan Uwai al-Qarani sebagai berikut: Umar : Apa yang anda kerjakan disini ? Uwais : Saya bekerja sebagai penggembala Umar : Siapa nama Anda? Uwais : Aku adalah hamba Allah Umar : Kita semua adalah hamba Allah, akan tetapi izinkan kami untuk mengetahui anda lebih dekat lagi Uwais : Silahkan saja. Umar dan Ali : Setelah kami perhatikan, andalah orang yang pernah diceritakan oleh Rasulullah SAW kepada kami. Doakan kami dan berilah kami nasehat agar kami beroleh kebahagiaan dunia dan di akherat kelak. Uwais : Saya tidak pernah mendoakan seseorang secara khusus.
Setiap hari saya selalu berdoa untuk seluruh umat Islam. Lantas siapa sebenarnya anda berdua. Ali : Beliau adalah Umar bin Khattab, Amirul Mu’minin, dan saya adalah Ali bin Abi Thalib. Kami berdua disuruh oleh Rasulullah SAW untuk menemui anda dan menyampaikan salam beliau untuk anda. Umar : Berilah kami nasehat wahai hamba Allah Uwais : Carilah rahmat Allah dengan jalan ta’at dan penuh harap dan bertawaqal kepada Allah. Umar :Terimakasih atas nasehat anda yang sangat berharga ini. Sebagai tanda terima kasih kami, kami berharap anda mau menerima seperangkat pakaian dan uang untuk anda pakai. Uwais : Terimakasih wahai Amirul mu’minin. Saya sama sekali tidak bermaksud menolak pemberian tuan, tetapi saya tidak membutuhkan apa yang anda berikan itu. Upah yang saya terima adalah 4 dirham itu sudah lebih dari cukup. Lebihnya saya berikan kepada ibuku. Setiap hari saya cukup makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah makan makan yang di masak. Kurasa hidupku tidak akan sampai petang hari dan kalau petang, kurasa tidak akan sampai pada pagi hari. Hatiku selalu mengingat Allah dan sangat kecewa bila sampai tidak mengingat-Nya. Ketika orang-orang Qaran mulai mengetahui keduduka spiritualnya yang demikian tinggi di mata Rasulullah saw, mereka kemudian berusaha untuk menemui dan memuliakannya. Akan tetapi, Uwais yang sehari-harinya hidup penuh dengan kesunyian ini, diam-diam meninggalkan mereka dan pergi menuju Kufah, melanjutkan hidupnya yang sendiri. Ia memilih untuk hidup dalam kesunyian, hati terbatas untuk yang selain Dia. Tentu saja, “kesunyian” disini tidak identik dengan kesendirian (pengasingan diri).
Hakekat kesendirian ini terletak pada kecintaanya kepada Tuhan. Siapa yang mencintai Tuhan, tidak akan terganggu oleh apapun, meskipun ia hidup ditengah-tengah keramaian. Alaisa Allah-u bi Kafin abdahu? Setelah seorang sufi bernama Harim bin Hayyam berusaha untuk mencari Uwais setelah tadak menemukannya di Qaran. Kemudian ia menuju Basrah. Di tengah perjalanan menuju Basrah, inilah, ia menemukan Uwais yang mengenakan jubah berbulu domba sedang berwudhu di tepi sungai Eufrat. Begitu Uwais beranjak naik menuju tepian sungai sambil merapikan jenggotnya. Harim mendekat dan memberi salam kepadanya. Uwais : menjawab: “ Wa alaikum salam”, wahai Harim bin Hayyan. Harim terkejut ketika Uwais menyebut namanya. “Bagaimana engakau mengetahui nama saya Harim bin Hayyan?’ tanya Harim. “Roku telah mengenal rohmmu”, demikian jawan Uwais. Uwais : kemudian menasehati Harim untuk selalu menjaga hatinya. Dalam arti mengarahkannya untuk selalu dalam ketaatan kepada-Nya melalui mujahadah, atau mengarahkan diri “dirinya “ untuk mendengar dan mentaati kata hatinya. Meski Uwais menjalani hidupnya dalam kesendirian dan kesunyian, tetapi pada saat-saat tertentu ia ikut berpartisipasi dalam kegiatan jihad untuk membela dan mempertahankan agama Allah. Ketika terjadi perang Shiffin antara golongan Ali melawan Muawiyah, Uwais berdiri di golongan Ali. Saat orang islam membebaskan Romawi, Uwais ikut dalam barisan tentara Islam. Saat kembali dari pembebasan tersebut, Uwais terserang penyakit dan meninggal saat itu juga. (t.39 H). Demikianlah sekelumit tentang Uais al-Qarani, kemudian hri namanya banyak di puji oleh masyarakat. Yunus Emre misalnya memujinya dalam satu sajak syairnya : Kawan tercinta kekasih Allah; Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani. Dia tidak berbohong ; dan tidak makan makan haram Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani Di pagi hari ia bangun dan mulai bekerja, Dia membaca dalam dzikir seribu satu malam Allah; Dengan kata Allahu Akbar dia menghela unta-unta Di tanah Yaman, Uwais alQarani Negeri Yaman “negeri di sebelah kanan “, negeri asal angin sepoi-sepoi selatan yang dinamakan nafas ar-rahman, Nafas dari Yang Maha Pengasih, yang mencapai Nabi dengan membawa bau harum dari ketaatan Uwais al-Qarani, sebagaimana angin sepoi-sepoi sebelumnya yang mendatangkan keharuman yang menyembuhkan dari kemeja Yusuf kepada ayahnya yang buta. Ya’kub (QS, 12: 95), telah menjadi simbul dari Timur yang penuh dengan cahaya, tempat dimana cahaya muncul, yang dalam karya Suhrawadi menggambarkan rumah keruhanian yang sejati. “Negeri di sebelah kanan “ itu adalah tanah air Uwais al-Qarani yanag memeluk Islam tanpa pernah betemu dengan nabi.
Hikmah Yamaniyyah, “Kebijaksanaan Yaman,” dan Hikmah Yamaniyyah, ”filosofi Yanani”, bertentangan, sebagaimana makrifat intuitif dan pendekatan intelektual, sebagaimana Timur dan Barat. Doa dan Dzikir Satu hal yang perlu digarisbawahi dari diri Uwais al-Qarani, kemudian menjadi landasan dalam tareqat-tareqat sufi, selain baktinya yang luar biasa terhadap kedua orang tuanya dan sikap zuhudnya, adalah doa dan dzikirnya. Uwais tidak pernah berdoa khusus untuk seseorang, tetapi selalu berdoa untuk seluruh umat kaum muslim. Uwais juga tidak pernah lengah dalam berdzikir meskipun sedang sibuk bekerja, mengawasi dan menggiring ternak-ternaknya. Doa dan dzikir bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Hakekatnya adalah satu. Sebab, jelas doa adalah salah satu bentuk dari dzikir, dan dzikir kepada–Ku hingga ia tidak sempat bermohon (sesuatu) kepada-Ku, maka Aku akan mengaruniakan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang diminta orang yang berdoa kepada-Ku”. Uwais selalu bedoa untuk seluruh muslimin. Doa untuk kaum muslim adalah salah satu bentuk perwujudan dari kepedulian terhadap “urusan kaum muslim”. Rasulullah saw. Pernah memperingatkan dengan keras: Siapa yang tidap peduli dengan urusan kaum muslim, maka ia tidak termasuk umatku.” Dalam hal ini, Rasulullah saw menyatakan bahwa permohonan yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan dan mendahulukan doa untuk selain dirinya. Dan Uwais lebih memilih untuk medoakan seluruh saudaranya seiman. Suatu ketika Hasan bin Ali terbangun tengah malam dan melihat ibunya, Fatimah az-Zahra, sedang khusu’ berdoa. Hasan yang pensasaran ingin tahu apa yang diminta ibunya dalam doanya berusaha untuk menguping. Namun Hasan agak sedikit kecewa, karena dari awal hingga akhir doanya, ibunya, hanya meminta pengampunan dan kebahagian hidup untuk seluruh kaum muslimin di dunia dan di akhirat kelak. Selesai berdoa, segera Hasan bertanya kepada ibunya perihal doanya yang sama sekali tidak menyisakan doanya untuk dirinya sendiri. Ibunya tersenyum, lalu menjawab bahwa apapun yang kita panjatkan untuk kebahagiaan hidup kaum muslim, hakekatnya, permohonan itu akan kembali kepada kita. Sebab para malaikat yang menyaksikan doa tersebut akan berkata “Semoga Allah mengabulkanmu dua kali lipat.” Dari prinsip tersebut, para sufi kemudian menarik suatu prinsip yang lebih umum yang padanya bertumpu seluruh rahasia kebahagiaan. Apa yang kita cari dalam kehidupan ini, harus kita berikan kepad orang lain. Jika kebajikan yang kita cari, berikanlah; jika kebaikan, berikanlah; jika pelayanan, berikanlah. Bagi para sufi, dunia adalah kubah, dan perilaku seseorang adalah gema dari pelaku yang lain. Secuil apapun kebaikan yang kita lakukan, ia akan kembali. Jika bukan dari seseorang, ia akan datang dari orang lain. Itulah gemanya. Kita tidak mengetahui dari mana sisi kebaikan itu akan datang, tetapi ia akan datang beratus kali lipat dibanding yang kita berikan. Demikianlah, berdoa untuk kaum mulim akan bergema di dalam diri yang tentu saja akan berdampak besar dan positif dalam membangun dan meningkatkan kualitas kehidupan spiritual seseorang. Paling tidak, doa ini akan memupus ego di dalam diri yang merupakan musuh terbesar, juga sekalihgus akan melahirkan dan menanamkan komitmen dalam diri “rasa Cinta”dan “prasangka baik”terhadap mereka, yang merupakan pilar lain dari ajaran sufi, sebagai manifestasi cinta dan pengabdian kepada Allah swt. Uwais tidak pernah lengah untuk berdzikir, mengingat dan mnyebut-nyebut nama Allah meskipun ia sedang sibuk mengurus binatang ternaknya. Dzikir dalam pengertiannya, yang umum mencakup ucapan segala macam ketaatan kepada Allah swt.
Namun yang dilakukan Uwais disini adlah berdzikir dengan menyebut nama-nama Allah dan meningat Allah, juga termasuk sifat-sifat Allah. Ibn Qayyim al-Jauziyyah ketika memaparkan berbagai macam faedah dzikir dalm kitabnya “al-wabil ash-shayyab min al-kalim at-thayyib” menyebutkan bahwa yang paling utama pada setiap orang yang bramal adalah yang paling banyak berdzikir kepad Allah swt. Ahli shaum yang paling utama adalah yang paling banyak dzikirnya; pemberi sedekah yang paling baik adalah yang paling banyak dzikirnya; ahli haji yang paling utama adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah swt; dan seterusnya, yang mencakup segala aktifitas dan keadaan. Syaikh Alawi dalam “al-Qawl al-Mu’tamad,” menyebutkan bahwa mulianya suatu nama adalah kerena kemuliaan pemilik nama itu, sebeb nama itu mengandung kesan sipemiliknya dalam lipat tersembunyi esensi rahasianya dan maknanya. Berdzikir dan mengulang-ulang Asma Allah, Sang Pemilik kemuliaan, dengan demikian, tak diragukan lagi akan memberikan sugesti, efek, dan pengaruh yang sangat besar. Al-Ghazali menyatakan bahwa yang diperoleh seorang hamba dari nama Allah adalah ta’alluh (penuhanan), yang berarti bahwa hati dan niatnya tenggelan dalam Tuhan, sehingga yang dilihat-Nya hanyalah Dia. Dan hal ini, dalam pandangan Ibn Arabi, berarti sang hamba tersebut menyerap nama Allah, yang kemudian merubahnya dengan ontologis. Demikianlah, setiap kali kita menyerap asma Allah lewat dzikir kepada-Nya, esensi kemanusiaan kita berubah. Kita mengalami tranformasi. Yanag apada akhirnya akan membuahkan akhlak al-karimah yang merupakan tujuan pengutusan rasulullah Muhammad saw. Dilihat dari sudut panang psikologis sufistik, pertama-tama dzikir akan memberi kesan pada ruh seseorang, membentuknya membangun berbagai kualitas kebaikan, dan kekuatan inspirasi yang disugestikan oleh nama-nama itu.
Dan mekanisme batiniah seseorang menjadi semakin hidup dari pengulangan dzikir itu, yang kemudian mekanisme ini berkembang pada pengulangan nama-nama secara otomatis. Jadi jika seseorang telah mengilang dzikirnya selama satu jam, misalnya, maka sepanjang siang dan malam dzikir tersebut akan terus berlanjut terulang, karena jiwanya mengulangi terus menerus. Pengulangan dzikir ini, juga akan terefleksi pada ruh semesta, dan mekanisme universal kemudian mengulanginya secara otomatis. Dengan kata lain, apa yang didzikirkan manusia dengan menyebutnya berulang-ulang. Tuhan kemudian mulai mengulanginya, hingga termaterialisasi dan menjadi suatu realita di semua tingkat eksistensi. Wallahu a’lam bis-shawab.
BAB III
PENUTUP

A.       KESIMPULAN
Fatimah adalah putri tercinta dari Nabi saw.Fatimah binti Muhammad (606/614-632) atau Fatimah az-Azahra (Fatimah yang selalu berseri) putri bungsu Nabi Muhammad dan ibunda Khadijah. Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar, dermawan, dan penyayang karena ia tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasulullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata “ Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia.”
Terdapat perbedaan pendapat mengenai kisah hidup Uwais al-Qarni, bahkan pada abad pertama Hijriah menjadikan sebagian ahli sejarah ragu-ragu ketika berbicara mengenai kepribadiannya.; Meskipun demikian, dikatakan bahwa ia meriwayatkan hadis Imam Ali As dan Umar bin Khatab. Sebagian besar para rijal dan muhadits yang sebagian besarnya orang Kufah juga mendengar hadis dari Uwais.














DAFTAR PUSTAKA

Syariati Ali. 2004. Fatimah Az-Zahrah. Pustaka Zahrah: Jakarta
http.www. Fatimah Az-zahra.
Abdurrahman Umairah.2000. Tokoh-tokoh yang diabadikan AL-QUR’AN. Gema Insani Press: Jakarta
Ali Umar al-Habsyi.Dua Pusaka Nabi SAW. Pustaka Indonesia: Jakarta
Ahmad Abdulatif.10 Orang Dijamin Kesurga.1994. Gema Insani Press:Jakarta
http.al-syahbana.blogspot.com.gelar dan keistimewaan Fatimah Az-Zahra
http.bhalaqah.blogspot.com/search/label/isteri.sholeha.
http.Syafiq Basri. Biografi Fatimah Az-Zahra.










           

Komentar

Postingan Populer